Langit masih tampak gelap, mentari pagi juga belum menunjukan batang hidungnya. Ditengah lelapnya orang-orang, Aku tetap terjaga, bersiap untuk mengemasi barang-barang yang akan Aku bawa pulang ke rumah. Liburan beberapa hari ke depan ini nampaknya akan menjadi liburan yang menyenangkan dan tak terlupakan.
Jam sudah menunjukkan pukul 05.30, Aku bergegas pergi meninggalkan kosan tanpa melakukan pemeriksaan terhadap wedges yang sudah beberapa bulan ini tidak Aku gunakan. Langkah kaki semakinku percepat, Aku tidak menghiraukan keanehan yang terjadi saat aku berjalan, terasa kurang nyaman, tapi demi penampilan yang terlihat modis Aku abaikan itu semua. Mungkin mayoritas wanita juga sama sepertiku, lebih mementingkan penampilan daripada kenyamanan diri sendiri.
Aku memasuki angkot yang akan mengantarkanku menuju terminal bis. Angkot ini masih kosong, hanya ada aku didalamnya. Aku tak sengaja melihat ke bawah. Betapa terkejutnya Aku melihat wedges coklat milikku terlihat menganga. Oh sial mengapa harus sekarang!
Aku tidak mungkin kembali lagi ke kosan, Aku tidak mau ketinggalan bis. Otakku terus berpikir bagaimana caranya agar wedges ini masih dapat digunakan. Aha Aku tahu! Ide unik itu tiba-tiba muncul dipikiranku. Aku mencopot beberapa jarum pentul yang ada pada kerudungku dan menusukkannya pada bagian yang menganga tersebut, berharap cara ini dapat berhasil dan setidaknya dapat bertahan sampai Aku tiba di rumah. The great solution Apri.
Beberapa menit berlalu, angkot biru ini mulai bergerak menelusuri jalanan pagi yang masih sepi. Beberapa orang mulai terlihat tengah bersiap melaksanakan rutinitasnya.
Jalanan yang masih lengang mempercepat perjalananku menuju terminal bis. Hanya butuh waktu kurang dari satu jam untuk sampai disana.
Angkot telah berhenti tepat diseberang terminal. Aku melangkahkan kaki hendak menyeberangi jalan. Namun, baru beberapa langkah wedgesku kembali berulah, bahkan ini lebih parah dari sebelumnya. Damn it! Gimana jalan kesananya?!
Aku menyeret pelan sebelah kakiku, berharap orang-orang tidak menyadari wedgesku yang menganga lebar. Lalu lintas disekitar terminal begitu ramai, mengharuskanku untuk menyeberangi jalan dengan lebih cepat. Beberapa orang mulai memperhatikanku, cara jalanku yang terlihat susah payah mungkin menjadi alasan mereka menaruh perhatian lebih padaku atau mungkin juga mereka ingin menertawai kesialanku.
"Kenapa Neng sandalnya? Di lem dulu atuh"
Pasang muka tebal Apri, jangan dihiraukan.
Suara-suara ledekan mulai mengiang ditelingaku. Mana lagi bisnya? Malu nih. Aku mengedarkan pandangan ke segala arah mencari bis yang Aku tuju. Itu dia bisnya. Aku bergegas menuju bis yang terparkir tidak jauh dari tempat Aku berdiri sekarang. Sabar ya sepatu, bentar lagi sampai.
Aku masuk ke dalam bis, sudah ada banyak penumpang yang telah mengisi sebagian bangku. Aku mengedarkan pandangan, mencari bangku yang masih kosong. Itu dia. Aku berjalan dengan susah payah menuju tempat duduk yang telah di isi oleh seorang penumpang laki-laki. Para penumpang yang Aku lewati, memperhatikan wedgesku yang menganga. Mereka seakan berbisik-bisik didalam hati. Kenapa masalah?
Aku duduk di bangku bagian tengah dekat dengan jendela. Aku berusaha untuk tidak menghiraukan tatapan para penumpang disekitarku bahkan penumpang disampingku terang-terangan melirik ke arahku. Apa?
Bis mulai melaju meninggalkan terminal menuju jalan tol lingkar kota. Jalanan masih cukup lancar, belum dipenuhi mobil-mobil besar dan kecil. Sepanjang perjalanan Aku terus berpikir bagaimana nanti Aku keluar bis, apakah menyeret kakiku seperti tadi atau melepas wedges dan bertelanjang kaki? Semua alternatif pilihan terus berputar diotakku. Jika...maka...
Kring...kring...
Handphoneku berdering membuyarkan lamunanku.
"Halo Assalamualaikum" sapaku begitu tombol hijau kugeser.
"Waalaikumsalam. Tos nyampe mana?" tanya suara di seberang telpon.
"Masih di tol"
"Mun tos nyampe Palimanan, bade dijemput Bapak"
"Muhun. Ke mun tos caket di sms"
Telpon dari Mamah setidaknya membuatku lega karena Aku tidak harus mencari ojek untuk bisa pulang ke rumah.
Jam demi jam berlalu, sebentar lagi Aku akan sampai Palimanan. Aku harus siap-siap untuk turun. Namun, tiba-tiba sebuah sms masuk. Aku membaca sekilas isi pesan tersebut.
'Bapak teu tiasa ngajemput, ngojek bae'
Yah berarti harus mencari abang ojek. Aku berdiri dari tempat dudukku, sambil menggendong tas ransel hitam dan menenteng barang bawaan serta wedgesku. Yups Aku sudah memutuskan untuk mencopot wedges dan hanya bertelanjang kaki. Panas mesin sangat terasa di telapak kaki. Aku berjalan sambil berjingjit menuju kursih bagian depan. Para penumpang mulai memperhatikan kakiku yang mulai kepanasan.
Sesampainya didepan, Aku duduk dibangku dekat pintu dan meletakkan wedges coklat disampingku. Belokan tajam membuat bis sedikit miring sehingga menyebabkan sebelah wedgesku terjatuh keluar pintu bis. Oh TIDAK wedgesku hiks hiks. Bis tetap melaju mengabaikan wedgesku yang terjatuh. Beberapa penumpang terlihat menyayangkan peristiwa tersebut. Aku hanya bisa tersenyum kecut. Wedgesku...
Bis berhenti, Aku keluar dari bis sambil meratapi peristiwa tadi. Beberapa pasang mata mulai memperhatikanku, seorang cewek yang bertelanjang kaki dengan tas ransel di punggung yang menenteng barang bawaan di tangan kanan dan sebelah wedges di tangan kiri.
"Kenapa sandalnya Neng?"
Pertanyaan-pertanyaan menyebalkan itu terus terlontar dari mulut mereka. Aku hanya bisa membalas dengan menyunggingkan senyum kecut mendengar pertanyaan mereka semua. Wedges gue mangap, puas?
Aku duduk di salah satu bangku dipinggir jalan, kupandangi sebelah wedgesku dengan sedih. Kamu kehilangan belahanmu Nak.
Seorang pria paruh baya menghampiriku dan menawarkan jasa ojeknya. Aku menerima tawaran tersebut dan meninggalkan sebelah wedgesku di tempat tadi. Tanpa wedges yang sebelahnya lagi, tidak ada gunanya Aku menyimpan wedges yang terselamatkan itu. Selamat tinggal wedgesku...
Jam sudah menunjukkan pukul 05.30, Aku bergegas pergi meninggalkan kosan tanpa melakukan pemeriksaan terhadap wedges yang sudah beberapa bulan ini tidak Aku gunakan. Langkah kaki semakinku percepat, Aku tidak menghiraukan keanehan yang terjadi saat aku berjalan, terasa kurang nyaman, tapi demi penampilan yang terlihat modis Aku abaikan itu semua. Mungkin mayoritas wanita juga sama sepertiku, lebih mementingkan penampilan daripada kenyamanan diri sendiri.
Aku memasuki angkot yang akan mengantarkanku menuju terminal bis. Angkot ini masih kosong, hanya ada aku didalamnya. Aku tak sengaja melihat ke bawah. Betapa terkejutnya Aku melihat wedges coklat milikku terlihat menganga. Oh sial mengapa harus sekarang!
Aku tidak mungkin kembali lagi ke kosan, Aku tidak mau ketinggalan bis. Otakku terus berpikir bagaimana caranya agar wedges ini masih dapat digunakan. Aha Aku tahu! Ide unik itu tiba-tiba muncul dipikiranku. Aku mencopot beberapa jarum pentul yang ada pada kerudungku dan menusukkannya pada bagian yang menganga tersebut, berharap cara ini dapat berhasil dan setidaknya dapat bertahan sampai Aku tiba di rumah. The great solution Apri.
Beberapa menit berlalu, angkot biru ini mulai bergerak menelusuri jalanan pagi yang masih sepi. Beberapa orang mulai terlihat tengah bersiap melaksanakan rutinitasnya.
Jalanan yang masih lengang mempercepat perjalananku menuju terminal bis. Hanya butuh waktu kurang dari satu jam untuk sampai disana.
Angkot telah berhenti tepat diseberang terminal. Aku melangkahkan kaki hendak menyeberangi jalan. Namun, baru beberapa langkah wedgesku kembali berulah, bahkan ini lebih parah dari sebelumnya. Damn it! Gimana jalan kesananya?!
Aku menyeret pelan sebelah kakiku, berharap orang-orang tidak menyadari wedgesku yang menganga lebar. Lalu lintas disekitar terminal begitu ramai, mengharuskanku untuk menyeberangi jalan dengan lebih cepat. Beberapa orang mulai memperhatikanku, cara jalanku yang terlihat susah payah mungkin menjadi alasan mereka menaruh perhatian lebih padaku atau mungkin juga mereka ingin menertawai kesialanku.
"Kenapa Neng sandalnya? Di lem dulu atuh"
Pasang muka tebal Apri, jangan dihiraukan.
Suara-suara ledekan mulai mengiang ditelingaku. Mana lagi bisnya? Malu nih. Aku mengedarkan pandangan ke segala arah mencari bis yang Aku tuju. Itu dia bisnya. Aku bergegas menuju bis yang terparkir tidak jauh dari tempat Aku berdiri sekarang. Sabar ya sepatu, bentar lagi sampai.
Aku masuk ke dalam bis, sudah ada banyak penumpang yang telah mengisi sebagian bangku. Aku mengedarkan pandangan, mencari bangku yang masih kosong. Itu dia. Aku berjalan dengan susah payah menuju tempat duduk yang telah di isi oleh seorang penumpang laki-laki. Para penumpang yang Aku lewati, memperhatikan wedgesku yang menganga. Mereka seakan berbisik-bisik didalam hati. Kenapa masalah?
Aku duduk di bangku bagian tengah dekat dengan jendela. Aku berusaha untuk tidak menghiraukan tatapan para penumpang disekitarku bahkan penumpang disampingku terang-terangan melirik ke arahku. Apa?
Bis mulai melaju meninggalkan terminal menuju jalan tol lingkar kota. Jalanan masih cukup lancar, belum dipenuhi mobil-mobil besar dan kecil. Sepanjang perjalanan Aku terus berpikir bagaimana nanti Aku keluar bis, apakah menyeret kakiku seperti tadi atau melepas wedges dan bertelanjang kaki? Semua alternatif pilihan terus berputar diotakku. Jika...maka...
Kring...kring...
Handphoneku berdering membuyarkan lamunanku.
"Halo Assalamualaikum" sapaku begitu tombol hijau kugeser.
"Waalaikumsalam. Tos nyampe mana?" tanya suara di seberang telpon.
"Masih di tol"
"Mun tos nyampe Palimanan, bade dijemput Bapak"
"Muhun. Ke mun tos caket di sms"
Telpon dari Mamah setidaknya membuatku lega karena Aku tidak harus mencari ojek untuk bisa pulang ke rumah.
Jam demi jam berlalu, sebentar lagi Aku akan sampai Palimanan. Aku harus siap-siap untuk turun. Namun, tiba-tiba sebuah sms masuk. Aku membaca sekilas isi pesan tersebut.
'Bapak teu tiasa ngajemput, ngojek bae'
Yah berarti harus mencari abang ojek. Aku berdiri dari tempat dudukku, sambil menggendong tas ransel hitam dan menenteng barang bawaan serta wedgesku. Yups Aku sudah memutuskan untuk mencopot wedges dan hanya bertelanjang kaki. Panas mesin sangat terasa di telapak kaki. Aku berjalan sambil berjingjit menuju kursih bagian depan. Para penumpang mulai memperhatikan kakiku yang mulai kepanasan.
Sesampainya didepan, Aku duduk dibangku dekat pintu dan meletakkan wedges coklat disampingku. Belokan tajam membuat bis sedikit miring sehingga menyebabkan sebelah wedgesku terjatuh keluar pintu bis. Oh TIDAK wedgesku hiks hiks. Bis tetap melaju mengabaikan wedgesku yang terjatuh. Beberapa penumpang terlihat menyayangkan peristiwa tersebut. Aku hanya bisa tersenyum kecut. Wedgesku...
Bis berhenti, Aku keluar dari bis sambil meratapi peristiwa tadi. Beberapa pasang mata mulai memperhatikanku, seorang cewek yang bertelanjang kaki dengan tas ransel di punggung yang menenteng barang bawaan di tangan kanan dan sebelah wedges di tangan kiri.
"Kenapa sandalnya Neng?"
Pertanyaan-pertanyaan menyebalkan itu terus terlontar dari mulut mereka. Aku hanya bisa membalas dengan menyunggingkan senyum kecut mendengar pertanyaan mereka semua. Wedges gue mangap, puas?
Aku duduk di salah satu bangku dipinggir jalan, kupandangi sebelah wedgesku dengan sedih. Kamu kehilangan belahanmu Nak.
Seorang pria paruh baya menghampiriku dan menawarkan jasa ojeknya. Aku menerima tawaran tersebut dan meninggalkan sebelah wedgesku di tempat tadi. Tanpa wedges yang sebelahnya lagi, tidak ada gunanya Aku menyimpan wedges yang terselamatkan itu. Selamat tinggal wedgesku...
Komentar
Posting Komentar